Minggu, 06 November 2016

Pendidik dan Peserta Didik dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Setiap manusia yang diciptakan di dunia ini tidak akan pernah bisa terlepas oleh yang namanya pendidikan. Alam diciptakan pun ini syarat akan potensi yang bisa dimanfaatkan. Pemanfaatan segala potensi yang ada di bumi ini bisa berjalan maksimal bila manusia memiliki daya kredibilitas dan daya intelegensi yang cukup. Untuk mendapatkan kesemuanya itu, maka diadakan yang namanya pendidikan.
Pendidikan memiliki unsur-unsur yang membangunnya. Salah duanya adalah pendidik dan peserta didik. Keduanya sangat terikat satu sama lain dalam pendidikan. Pendidik tidak akan bisa melakukan pendidikan bila tidak ada peserta didik. Begitupun juga sebaliknya, peserta didik tidak akan berkembang secara maksimal bila tidak mendapatkan pendidikan yang cukup yang dilakukan oleh pendidik.
Makalah ini akan mengupas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan dua kata diatas, pendidik dan peserta didik. Aspek yang dibahas adalah pengertian pendidik maupun peserta didik, tujuan pendidik dan peserta didik, syarat menjadi pendidik, tugas dan kewajiban pendidik maupun peserta didik, dan etika pendidik dan peserta didik dalam pendidikan.

B.   Rumusan Masalah

Adapun makalah ditulis dengan pembahasan tentang:
1)      Pengertian pendidik
2)      Tujuan pendidik
3)      Kedudukan pendidik
4)      Syarat menjadi pendidik
5)      Pengertian peserta didik
6)      Tugas dan kewajiban peserta didik
7)      Etika peserta didik

C.   Maksud dan Tujuan
Maksud ditulisnya makalah filsafat pendidikan islam yang berjudul “Hakikat Pendidik dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam” adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam dan juga sebagai bahan diskusi presentasi kelas.








BAB II
ISI
1.    Pengertian pendidik
Secara etimologi Kata pendidik berasal dari stem didik yang mendapat prefix pe-, yang memiliki arti memelihara,merawat, dan memberi latihan agar seseorang mencapai ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan seperti sopan santun, akal budi, akhlak, dan intelektualitas. Selanjutnya dengan menambah awalan pe- menjadikan makna sebagai orang yang secara aktif melakukan kegiatan pendidikan.
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab mendidik anak agar dapat berfikir secara kritis, berfikir secara logis, berfikir secara kreatif dan berfikir secara reflektif. (Amir D. Indrakusuma, 1978, 15).
Dalam pengertian yang lebih luas pendidik  dalam persfektif pendidikan islam adalah setiap orang yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan  yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Kategori pendidik bisa meliputi semua elemen yang mempengaruhi perkembangan anak dari dalam kandungan, menuju kedewasaan, bahkan hingga meningal dunia.
Dalam konteks pendidikan islam, Al-Ghozali menggunakan istilah pendidik yang disebut mu’allim, muaddib, mudarris, dan al- Walid.
a.       Mu’allim (guru)
Mu’allim adalah orang yang memiliki kemampuan unggul dibandingkan dibandingkan peserta didik, yang dengannya ia dipercaya mengantarkan peserta didik kearah kesempurnaan dan kemandirian. Mu’allim menjadi transmitter bagi peserta didik dalam memperluas cakrawal pengetahuan.
b.      Mu’addib (Pendidik)
Mu’addib adalah seorang pendidik yang bertugas untuk menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta didik untuk berprilaku atau beradab sesuai dengan norma-norma, tata susila dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat.
c.       Mudarris (pengajar)
Mudarris memiliki arti orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat dan minat dan kemampuannya.
d.      Al- walid
Al-walid memiliki makna orang yang senantiasa memberikan bimbingan terhadapa yang mencakup aspek keilmuan, kerohanian, ke-Tuhan-an dari masa kecil hingga mencapai kedewasaan.
2.    Tujuan Pendidik
Tujuan pendidik adalah memikul tanggung jawab untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang dimaksud adalah mampu mempelajari ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, pembentukan akhlaq, dan tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pembentukan akhlak adalah kombinasi seimbang antara ilmu itu sendiri dan amal perbuatan. Sebagaimana Al-Ghozali menyebutkan bahwa ilmu yang tidak disertakan dengan amal itu namanya gila, dan amal tidak menggunakan ilmu itu akan sia-sia. Keseimbangan antara amal dan ilmu itu musti sejalan. Maksudnya ilmu itu harus amaliah dan amal itu harus ilmiah, sehingga terjadi keharmonisan. Dari keharmonisan tersebut akan muncul rasa takut kepada Allah. Bagi siapapun yang bertaqwa kepada Allah akan dijanjikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan inilah (kebahagiaan dunia dan akhirat) yang menjadi progresitas guru dalam mencapai tujuan pendidikan.
Pendidik seyogyanya memperhatikan tiga aspek di bawah sebagai tujuan mendidik.
·         Aspek Keilmuan, yang mengantarkan manusia agar senang berfikir, menggalakkan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan, menjadi manusia yang cerdas dan tangkas.
·         Aspek kerohanian, yang mengantarkan manusia agar berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan berkepribadian kuat.
·         Aspek ke-Tuhan-an, yang mengantarkan manusia beragama agar dapat mencapai keahagiaan di dunia dan akhirat.




3.    Kedudukan Pendidik
Pendidik akan selalu memiliki kedudukan sendiri sebagai seorang yang bertanggung jawab terhadap proses pendidikan. Adapan kedudukan pendidik ditulis berdasarkan konsep yang diutarakan Al-Ghozali dalam “ihya’ ulumuddin”.
·         Kedudukan dengan sifat naluriyah
“apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam segala hal, maka mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu. Maka mengajarkannya adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu.”
Kedudukan pendidik disini sangatlah mulia, karena secara naluri orang yang berilmu akan dihormati dan dimuliakan oleh orang lain, serta mendapatkan posisi yang dekat dengan Allah. Jadi, bila ilmu itu mulia, maka mengajarkannya itu adalah memberika kemuliaan.
·         Kedudukan dengan Kemanfaatan Umum.
Al-Ghozali dalam “Mizanul ‘Amal” mengatakan:
“Orang yang mempunyai ilmu itu berada dalam keadaan berikut:
ü  Mencari faedah dan guna ilmu
ü  Mencari hasil ilmu pengetahuan sehingga ia tidak bertanya-tanya
ü  Memberikan wawasan ilmu dan mengajarkannya. Dan inilah keadaan paling mulia baginya. Jadi barangsiapa telah mencapai ilmu pengetahuan, kemudian ia dapat mengambil faedahnya dan selanjutnya diajarkan, maka ia adalah laksana surya yang menyinari.”
·         Kedudukan dengan unsur yang dikerjakan.
Al-Ghozali mengatakan bahwa seorang guru adalah berurusan langsung dengan hati dan jiwa manusia, dan wujud yang paling mulia di muka bumi ini adalah manusia. Bagian paling mulia dari bagian-bagian tubuh manusia adalah hatinya, sedangkan guru adalah bekerja menempurnakannya, membersihkan, mensucikan dan membawakan hati itu mendekatkan kepada Allah SWT.
Secara ekplisit Al-Ghozali memberika sinyal tanda bahwa seorang guru adalah orang yang menempati status mulia di dataran bumi ini. Ia mendidik jiwa, hati, akal dan roh manusia.
Keduduk pendidik lain adalah sebagai berikut:
ü  Merupakan profesi
ü  Merupakan ibadah kepada Allah
ü  Merupakan tugas kekhalifahan dari Allah SWT.
Adapun kedudukan pendidik yang ditinjau dari tugas dan kewajibannya adalah sebagai berikut:
ü  Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya.
Guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah, yang mewarisi ajaran-ajarannya dan memperjuangkan dalam kehidupan masyarakat di segala penjuru dunia, demikian pula perilaku, semuanya harus mengikuti akhlak Rasulullah, karena bagaimanapun beliau adalah uswatun hasanah.
ü  Memberikan kasih saying terhadap anak didik
Guru adalah sebagai orang tua kedua (al-walid) bagi peserta didik. Jadi sudah seharusnya guru memberikan kasih sayang yang maksimal kepada peserta didik. Jadi dari sini akan terjalin hubungan psikologi secara naluriyah hubungan guru dan anak. Sehingga bisa memunculkan keharmonisan dalam pendidikan.
ü  Menjadi teladan bagi anak didik
Guru harus bisa mengamalkan ilmunya. Mengikuti apa yang diperintahkan dan menjauhi larangannya. Bagaimanapun apa-apa yang dilakukan oleh guru akan menjadi contoh empiris yang nantiny akan diikuti oleh peserta didik. Sampai pada pepatah mengatakan, “guru kencing berdiri, murid kencing berlari.”
ü  Menghormati kode etik guru.
Guru yang mengampu satu bidang keahlian sebaiknya tidak merendahkan bidang yang lain. Karena bidang itu adalah wujud cabang daripada ilmu, dan ilmu adalah mulia. Menghormatinya pun memuliakan pelaku.
4.    Syarat-syarat Kepribadian Pendidik
Seorang pendidik memiliki kedudukan yang mulia, maka untuk mendapatkan predikat pendidik seseorang harus memenuhi kategori standarisasi menjadi pendidik. Adapan kepribadian yang dimaksud adalah:
ü  Sabar menerima masalah yang ditanyakan murid dan harus diterima baik.
ü  Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih
ü  Jika duduk harus sopan, tidak riya’/pamer.
ü  Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang dhalim, dengan maksud mencegah dari tindakannya.
ü  Bersikap tawadlu’ dalam pertemuan-pertemuan
ü  Sikap dan pembicaraannya tidak main-main
ü  Menanam sifat bersahabat di dalam hatinya terhadap semua muridnya.
ü  Menyantuni serta tidak membentak-membentak orang bodoh
ü  Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya.
ü  Berani berkata : saya tidak tahu, terhadap masalah yang tidak dimengerti.
ü  Menampilkan hujjah yang benar. Apabila ia berada pada hak yang salah, maka bersedia ruju’ pada kebenaran.

5.    Pengertian Peserta Didik.
 Al-Ghozali menggunakan istilah Al-Shobiy, al-Mutaalim dan Tholibul Ilmi. Peserta didik dapat diartikan dalam arti luas sebagai orang yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan objek daripada pendidikan.
Dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan yang masih berjalan, maka peserta didik dianggap belum dewasa hingga membutuhkan bimbingan orang lain untuk menjadikannya dewasa. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta  sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikin dapat di simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Dalam buku Filsafat pendidikan Islam yang ditulis oleh Hasan Basri, dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, hakikat peserta didik terdiri dari beberapa macam yaitu
Peserta didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
Peserta didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun non formal, seperti disekolah, pondok pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-anak seperti TPA, majelis taklim peserta pengajian di masyarakat yang dilaksanakan seminggu sekali atau sebulan sekali, semuanya orang-orang yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik
Peserta didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan. Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya.Dalam konteks ini seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik tersebut. Ciri-ciri peserta didik yaitu:
1.    Kelemahan dan ketidak berdayaannya
2.    Berkemauan keras untuk berkembang
3.    Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan).
6.    Tugas dan Kewajiban Peserta Didik

ü  Mendahului Kesucian Jiwa
Al-Ghozali mengatakan :
“ mendahlukan kesucian jiwa dari kerendahan akhlak dan perbuatan tercela. Karena ilmu pengetahuan merupakan kebaktian hati, shalatnya jiwa dan mendekatan batin kepada Allah SWT.”
Belajar adalah proses perjalanan panjang dalam mencapai tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Seperti halnya sholat, sholat akan sah bila telah suci dari najis dan hadas. Mencari ilmu juga perlu menghilangkan sifat yang tercela seperti : dengki, takabbur, menipu, angkuh dan sifat tercela lainnya. Bila ada pelajar berperangai buruk tapi cakap aan ilmu pengetahuannya, maka ia hanya mendapatkan kulit luar, bukan isi dan hakikatnya sehingga tidak bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
ü  Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
Pelajar harus bisa mencurahkan segala tenaga, jiwa, raga, dan pikiran agar dapat berkonsentrasi sepenuhnya pada ilmu pengetahuan. Oleh karena pikiran dan jiwa yang dibagi-bagi tidak akan memiiki kesanggupan yang maksimal untuk mengetahui hakikat kebenaran suatu ilmu pengetahuan. Pengembaraan ini dimaksudkan agar pelajar mambu menambah pengalaman dan pengetahuan dengan sesungguhnya manambah persahabatan, persaudaraan ; mendewasakan diri dan memperluas wawasan berfikr; mengagungkan kekuasaan Allah SWT.
ü  Tidak Menyombongkan Ilmunya dan menantang gurunya.
Seorang pelajar seharusnya tidak menyombongkan diri dengan ilmu pengetahuannya dan jangan menentang gurunya. Akan tetapi patutlah terhadap pendapat dan nasihat seluruhnya, seperti patuhnya orang sakit bodoh kepada dokter ahli dan pengalaman.
ü  Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.
Seorang pelajar haruslah mendahulukan ilmu pengetahuan yang paling pokok dan mullia, kemudian ilmu pengetahuan yang penting, lalu ilmu pengetahuan sebagai pelengkap dan seterusnya, karena ilmu pengetahuan satu dengan lainny adalah erat dan saling berkaitan.
7.    Etika Peserta Didik
Dalam kita “Bidayatu Bidayah”, menjelaskan ada 13 aturan peserta didik dalam beretika:
ü  Jika berkunjung kepada guru harus menghormati dan menyampaikan salam terlebih dahulu.
ü  Jangan banyak bicara di depan guru.
ü  Jangan bicara jika tidak diajak bicara oleh guru.
ü  Jangan bertanya jika belum minta ijin lebih dulu.
ü  Jangan sekali-kali menegur ucapan guru, seperti : katanya fulan demikian, lantas berbeda dengan guru.
ü  Jangan mengisyarati terhadap guru, yang dapat member perasaan khilaf dengan pendapat guru. Kalau demikian itu menganggap murid lebih besar daripadanya.
ü  Jangan berunding dengan teman di tempat duduknya, dan berbicara dengan guru sambil tertawa.
ü  Jika duduk di depan guru jangan menoleh-noleh, tapi duduklah dengan menundukkan kepala tawadlu’ sebagaimana ketika melakukan sholat.
ü  Jangan banyak bertanya waktu guru kelihatan bosan dan kurang enak.
ü  Sewaktu guru berdiri, murid harus berdiri sambil memberikan penghormatan terhadap guru.
ü  Sewaktu guru sedang berdiri dan sudah hendak keluar, jangan menghentikannya hanya karena bertanya.
ü  Jangan bertanya guru saat di tengah perjalanan, tunggulah sampai rumah.
ü  Jangan su’udhon terhadap guru.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan  yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Kategori pendidik bisa meliputi semua elemen yang mempengaruhi perkembangan anak dari dalam kandungan, menuju kedewasaan, bahkan hingga meningal dunia.
Peserta didik adalah orang yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan objek daripada pendidikan. Peserta didik juga merupakan orang yang senantiasa berkembang untuk menuju kedewasaan dan pendekatan diri kepada Allah SWT.
Tujuan pendidikan yang dimaksud adalah mampu mempelajari ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, pembentukan akhlaq, dan tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kedudukan pendidik juga bisa dilihat dari hubungan secara naluriyah, kemanfaatan umum, dan apa yang dikerjakan. Pendidik menempati posisi yang mulia karena memberikan kemuliaan kepada peserta didik.
Seseorang pendidik haruslah memiliki pribadi yang mendukunya sebagai pendidik. Seperti tidak sombong, riya’, takabur, dhalim dan harus senantiasa memiliki sifat kasih menyayangi. Peserta didik pun juga begitu, sebagai peserta didik mereka haruslah membersihkan diri untuk menyelami samudera pengetahuan. Tidak berlaku sombong terhadap siapapun atas ilmunya, dan senantiasa tawadhu’ kepada guru.
Peserta didik harus selalu menanamka etika sebagai seorang tholibun. Salah satu etika yang harus diperhatikan adalah dengan tidak bersikap suudzon kepada gurunya.







Daftar Pustaka.

Abu Hamid Al-Ghozali, Ihya ‘Ulumuddin Juz I-III, Isal Babiyul Hilbi wa Syirkah, Kairo, 1957.
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghozali, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2009.


0 komentar:

Posting Komentar