BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang diciptakan di dunia ini tidak akan
pernah bisa terlepas oleh yang namanya pendidikan. Alam diciptakan pun ini
syarat akan potensi yang bisa dimanfaatkan. Pemanfaatan segala potensi yang ada
di bumi ini bisa berjalan maksimal bila manusia memiliki daya kredibilitas dan
daya intelegensi yang cukup. Untuk mendapatkan kesemuanya itu, maka diadakan
yang namanya pendidikan.
Pendidikan memiliki unsur-unsur yang membangunnya.
Salah duanya adalah pendidik dan peserta didik. Keduanya sangat terikat satu
sama lain dalam pendidikan. Pendidik tidak akan bisa melakukan pendidikan bila
tidak ada peserta didik. Begitupun juga sebaliknya, peserta didik tidak akan
berkembang secara maksimal bila tidak mendapatkan pendidikan yang cukup yang
dilakukan oleh pendidik.
Makalah ini akan mengupas persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan dua kata diatas, pendidik dan peserta didik. Aspek yang
dibahas adalah pengertian pendidik maupun peserta didik, tujuan pendidik dan
peserta didik, syarat menjadi pendidik, tugas dan kewajiban pendidik maupun
peserta didik, dan etika pendidik dan peserta didik dalam pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun makalah ditulis dengan pembahasan tentang:
1)
Pengertian
pendidik
2)
Tujuan pendidik
3)
Kedudukan
pendidik
4)
Syarat menjadi
pendidik
5)
Pengertian
peserta didik
6)
Tugas dan
kewajiban peserta didik
7)
Etika peserta
didik
C.
Maksud dan
Tujuan
Maksud ditulisnya makalah filsafat pendidikan islam
yang berjudul “Hakikat Pendidik dan Peserta Didik Dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Islam” adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan
Islam dan juga sebagai bahan diskusi presentasi kelas.
BAB II
ISI
1. Pengertian pendidik
Secara etimologi Kata pendidik berasal dari stem didik yang mendapat prefix pe-, yang memiliki arti
memelihara,merawat, dan memberi latihan agar seseorang mencapai ilmu
pengetahuan seperti yang diharapkan seperti sopan santun, akal budi, akhlak,
dan intelektualitas. Selanjutnya dengan menambah awalan pe- menjadikan makna
sebagai orang yang secara aktif melakukan kegiatan pendidikan.
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
mendidik anak agar dapat berfikir secara kritis, berfikir secara logis,
berfikir secara kreatif dan berfikir secara reflektif. (Amir D. Indrakusuma,
1978, 15).
Dalam pengertian yang lebih luas pendidik dalam persfektif pendidikan islam adalah setiap
orang yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan
perkembangan rohani peserta didik agar dapat menunaikan tugas-tugas
kemanusiaan yang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran islam. Kategori pendidik bisa meliputi semua elemen yang
mempengaruhi perkembangan anak dari dalam kandungan, menuju kedewasaan, bahkan
hingga meningal dunia.
Dalam konteks pendidikan islam, Al-Ghozali
menggunakan istilah pendidik yang disebut mu’allim, muaddib, mudarris, dan al-
Walid.
a. Mu’allim (guru)
Mu’allim adalah orang yang memiliki kemampuan unggul
dibandingkan dibandingkan peserta didik, yang dengannya ia dipercaya
mengantarkan peserta didik kearah kesempurnaan dan kemandirian. Mu’allim
menjadi transmitter bagi peserta didik dalam memperluas cakrawal pengetahuan.
b. Mu’addib (Pendidik)
Mu’addib adalah seorang pendidik yang bertugas untuk
menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta didik untuk
berprilaku atau beradab sesuai dengan norma-norma, tata susila dan sopan santun
yang berlaku dalam masyarakat.
c. Mudarris (pengajar)
Mudarris memiliki arti orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara
berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat dan minat dan
kemampuannya.
d. Al- walid
Al-walid memiliki makna orang yang senantiasa
memberikan bimbingan terhadapa yang mencakup aspek keilmuan, kerohanian,
ke-Tuhan-an dari masa kecil hingga mencapai kedewasaan.
2. Tujuan Pendidik
Tujuan pendidik adalah memikul tanggung jawab untuk
mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang
dimaksud adalah mampu mempelajari ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan itu
sendiri, pembentukan akhlaq, dan tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pembentukan akhlak adalah kombinasi seimbang antara ilmu itu sendiri dan amal
perbuatan. Sebagaimana Al-Ghozali menyebutkan bahwa ilmu yang tidak disertakan
dengan amal itu namanya gila, dan amal tidak menggunakan ilmu itu akan sia-sia.
Keseimbangan antara amal dan ilmu itu musti sejalan. Maksudnya ilmu itu harus
amaliah dan amal itu harus ilmiah, sehingga terjadi keharmonisan. Dari
keharmonisan tersebut akan muncul rasa takut kepada Allah. Bagi siapapun yang
bertaqwa kepada Allah akan dijanjikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan inilah
(kebahagiaan dunia dan akhirat) yang menjadi progresitas guru dalam mencapai
tujuan pendidikan.
Pendidik seyogyanya memperhatikan tiga aspek di
bawah sebagai tujuan mendidik.
·
Aspek Keilmuan,
yang mengantarkan manusia agar senang berfikir, menggalakkan penelitian dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, menjadi manusia yang cerdas dan tangkas.
·
Aspek
kerohanian, yang mengantarkan manusia agar berakhlak mulia, berbudi pekerti
luhur dan berkepribadian kuat.
·
Aspek
ke-Tuhan-an, yang mengantarkan manusia beragama agar dapat mencapai keahagiaan
di dunia dan akhirat.
3. Kedudukan Pendidik
Pendidik akan selalu memiliki kedudukan sendiri
sebagai seorang yang bertanggung jawab terhadap proses pendidikan. Adapan
kedudukan pendidik ditulis berdasarkan konsep yang diutarakan Al-Ghozali dalam
“ihya’ ulumuddin”.
·
Kedudukan dengan
sifat naluriyah
“apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam
segala hal, maka mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu. Maka
mengajarkannya adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu.”
Kedudukan pendidik disini sangatlah mulia, karena
secara naluri orang yang berilmu akan dihormati dan dimuliakan oleh orang lain,
serta mendapatkan posisi yang dekat dengan Allah. Jadi, bila ilmu itu mulia,
maka mengajarkannya itu adalah memberika kemuliaan.
·
Kedudukan dengan
Kemanfaatan Umum.
Al-Ghozali dalam “Mizanul ‘Amal” mengatakan:
“Orang yang mempunyai ilmu itu berada dalam keadaan
berikut:
ü Mencari faedah dan guna ilmu
ü Mencari hasil ilmu pengetahuan sehingga ia tidak
bertanya-tanya
ü Memberikan wawasan ilmu dan mengajarkannya. Dan
inilah keadaan paling mulia baginya. Jadi barangsiapa telah mencapai ilmu
pengetahuan, kemudian ia dapat mengambil faedahnya dan selanjutnya diajarkan,
maka ia adalah laksana surya yang menyinari.”
·
Kedudukan dengan
unsur yang dikerjakan.
Al-Ghozali mengatakan bahwa seorang guru adalah
berurusan langsung dengan hati dan jiwa manusia, dan wujud yang paling mulia di
muka bumi ini adalah manusia. Bagian paling mulia dari bagian-bagian tubuh
manusia adalah hatinya, sedangkan guru adalah bekerja menempurnakannya,
membersihkan, mensucikan dan membawakan hati itu mendekatkan kepada Allah SWT.
Secara ekplisit Al-Ghozali memberika sinyal tanda
bahwa seorang guru adalah orang yang menempati status mulia di dataran bumi
ini. Ia mendidik jiwa, hati, akal dan roh manusia.
Keduduk pendidik lain adalah sebagai berikut:
ü Merupakan profesi
ü Merupakan ibadah kepada Allah
ü Merupakan tugas kekhalifahan dari Allah SWT.
Adapun kedudukan pendidik yang ditinjau dari tugas
dan kewajibannya adalah sebagai berikut:
ü Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan
kewajibannya.
Guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti
Rasulullah, yang mewarisi ajaran-ajarannya dan memperjuangkan dalam kehidupan
masyarakat di segala penjuru dunia, demikian pula perilaku, semuanya harus
mengikuti akhlak Rasulullah, karena bagaimanapun beliau adalah uswatun hasanah.
ü Memberikan kasih saying terhadap anak didik
Guru adalah sebagai orang tua kedua (al-walid) bagi
peserta didik. Jadi sudah seharusnya guru memberikan kasih sayang yang maksimal
kepada peserta didik. Jadi dari sini akan terjalin hubungan psikologi secara
naluriyah hubungan guru dan anak. Sehingga bisa memunculkan keharmonisan dalam
pendidikan.
ü Menjadi teladan bagi anak didik
Guru harus bisa mengamalkan ilmunya. Mengikuti apa
yang diperintahkan dan menjauhi larangannya. Bagaimanapun apa-apa yang dilakukan
oleh guru akan menjadi contoh empiris yang nantiny akan diikuti oleh peserta
didik. Sampai pada pepatah mengatakan, “guru kencing berdiri, murid kencing
berlari.”
ü Menghormati kode etik guru.
Guru yang mengampu satu bidang keahlian sebaiknya
tidak merendahkan bidang yang lain. Karena bidang itu adalah wujud cabang
daripada ilmu, dan ilmu adalah mulia. Menghormatinya pun memuliakan pelaku.
4. Syarat-syarat Kepribadian Pendidik
Seorang pendidik memiliki kedudukan yang mulia, maka
untuk mendapatkan predikat pendidik seseorang harus memenuhi kategori
standarisasi menjadi pendidik. Adapan kepribadian yang dimaksud adalah:
ü Sabar menerima masalah yang ditanyakan murid dan
harus diterima baik.
ü Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih
ü Jika duduk harus sopan, tidak riya’/pamer.
ü Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang dhalim,
dengan maksud mencegah dari tindakannya.
ü Bersikap tawadlu’ dalam pertemuan-pertemuan
ü Sikap dan pembicaraannya tidak main-main
ü Menanam sifat bersahabat di dalam hatinya terhadap
semua muridnya.
ü Menyantuni serta tidak membentak-membentak orang
bodoh
ü Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara
yang sebaik-baiknya.
ü Berani berkata : saya tidak tahu, terhadap masalah
yang tidak dimengerti.
ü Menampilkan hujjah yang benar. Apabila ia berada
pada hak yang salah, maka bersedia ruju’ pada kebenaran.
5. Pengertian Peserta Didik.
Al-Ghozali
menggunakan istilah Al-Shobiy, al-Mutaalim dan Tholibul Ilmi. Peserta didik
dapat diartikan dalam arti luas sebagai orang yang sedang mengalami perkembangan
jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan objek daripada
pendidikan.
Dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan yang
masih berjalan, maka peserta didik dianggap belum dewasa hingga membutuhkan
bimbingan orang lain untuk menjadikannya dewasa. Secara terminologi peserta
didik adalah anak didik atau individu yang mengalami perubahan, perkembangan
sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian
serta sebagai bagian dari struktural
proses pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang
tengah mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan
mental maupun fikiran
Sebagai individu yang tengah mengalami fase
perkembangan, tentu peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan,
bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan
ketika seorang peserta didik berada pada usia balita seorang selalu banyak
mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikin
dapat di simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw material)
yang harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Dalam buku Filsafat pendidikan Islam yang ditulis
oleh Hasan Basri, dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, hakikat peserta
didik terdiri dari beberapa macam yaitu
Peserta didik adalah darah daging sendiri, orang tua
adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya
di dalam keluarga.
Peserta didik adalah semua anak yang berada di bawah
bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun non formal, seperti
disekolah, pondok pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat
pengajian anak-anak seperti TPA, majelis taklim peserta pengajian di masyarakat
yang dilaksanakan seminggu sekali atau sebulan sekali, semuanya orang-orang
yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik
Peserta didik secara khusus adalah orang-orang yang
belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan,
nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses
kependidikan. Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks
kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah
memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju
kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya.Dalam konteks ini
seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik tersebut.
Ciri-ciri peserta didik yaitu:
1. Kelemahan dan ketidak berdayaannya
2. Berkemauan keras untuk berkembang
3. Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh
kemampuan).
6. Tugas dan Kewajiban Peserta Didik
ü Mendahului Kesucian Jiwa
Al-Ghozali mengatakan :
“ mendahlukan kesucian jiwa dari kerendahan akhlak
dan perbuatan tercela. Karena ilmu pengetahuan merupakan kebaktian hati,
shalatnya jiwa dan mendekatan batin kepada Allah SWT.”
Belajar adalah proses perjalanan panjang dalam
mencapai tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Seperti halnya sholat, sholat
akan sah bila telah suci dari najis dan hadas. Mencari ilmu juga perlu
menghilangkan sifat yang tercela seperti : dengki, takabbur, menipu, angkuh dan
sifat tercela lainnya. Bila ada pelajar berperangai buruk tapi cakap aan ilmu
pengetahuannya, maka ia hanya mendapatkan kulit luar, bukan isi dan hakikatnya
sehingga tidak bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
ü Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
Pelajar harus bisa mencurahkan segala tenaga, jiwa,
raga, dan pikiran agar dapat berkonsentrasi sepenuhnya pada ilmu pengetahuan.
Oleh karena pikiran dan jiwa yang dibagi-bagi tidak akan memiiki kesanggupan
yang maksimal untuk mengetahui hakikat kebenaran suatu ilmu pengetahuan.
Pengembaraan ini dimaksudkan agar pelajar mambu menambah pengalaman dan
pengetahuan dengan sesungguhnya manambah persahabatan, persaudaraan ;
mendewasakan diri dan memperluas wawasan berfikr; mengagungkan kekuasaan Allah
SWT.
ü Tidak Menyombongkan Ilmunya dan menantang gurunya.
Seorang pelajar seharusnya tidak menyombongkan diri
dengan ilmu pengetahuannya dan jangan menentang gurunya. Akan tetapi patutlah
terhadap pendapat dan nasihat seluruhnya, seperti patuhnya orang sakit bodoh
kepada dokter ahli dan pengalaman.
ü Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan.
Seorang pelajar haruslah mendahulukan ilmu
pengetahuan yang paling pokok dan mullia, kemudian ilmu pengetahuan yang
penting, lalu ilmu pengetahuan sebagai pelengkap dan seterusnya, karena ilmu
pengetahuan satu dengan lainny adalah erat dan saling berkaitan.
7. Etika Peserta Didik
Dalam kita “Bidayatu Bidayah”, menjelaskan ada 13 aturan
peserta didik dalam beretika:
ü Jika berkunjung kepada guru harus menghormati dan
menyampaikan salam terlebih dahulu.
ü Jangan banyak bicara di depan guru.
ü Jangan bicara jika tidak diajak bicara oleh guru.
ü Jangan bertanya jika belum minta ijin lebih dulu.
ü Jangan sekali-kali menegur ucapan guru, seperti :
katanya fulan demikian, lantas berbeda dengan guru.
ü Jangan mengisyarati terhadap guru, yang dapat member
perasaan khilaf dengan pendapat guru. Kalau demikian itu menganggap murid lebih
besar daripadanya.
ü Jangan berunding dengan teman di tempat duduknya,
dan berbicara dengan guru sambil tertawa.
ü Jika duduk di depan guru jangan menoleh-noleh, tapi
duduklah dengan menundukkan kepala tawadlu’ sebagaimana ketika melakukan
sholat.
ü Jangan banyak bertanya waktu guru kelihatan bosan
dan kurang enak.
ü Sewaktu guru berdiri, murid harus berdiri sambil
memberikan penghormatan terhadap guru.
ü Sewaktu guru sedang berdiri dan sudah hendak keluar,
jangan menghentikannya hanya karena bertanya.
ü Jangan bertanya guru saat di tengah perjalanan,
tunggulah sampai rumah.
ü Jangan su’udhon terhadap guru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidik adalah setiap orang yang bertanggung jawab
terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar
dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan
yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Kategori pendidik bisa
meliputi semua elemen yang mempengaruhi perkembangan anak dari dalam kandungan,
menuju kedewasaan, bahkan hingga meningal dunia.
Peserta didik adalah orang yang sedang mengalami
perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan objek
daripada pendidikan. Peserta didik juga merupakan orang yang senantiasa
berkembang untuk menuju kedewasaan dan pendekatan diri kepada Allah SWT.
Tujuan pendidikan yang dimaksud adalah mampu
mempelajari ilmu pengetahuan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, pembentukan
akhlaq, dan tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kedudukan pendidik juga bisa dilihat dari hubungan
secara naluriyah, kemanfaatan umum, dan apa yang dikerjakan. Pendidik menempati
posisi yang mulia karena memberikan kemuliaan kepada peserta didik.
Seseorang pendidik haruslah memiliki pribadi yang
mendukunya sebagai pendidik. Seperti tidak sombong, riya’, takabur, dhalim dan
harus senantiasa memiliki sifat kasih menyayangi. Peserta didik pun juga
begitu, sebagai peserta didik mereka haruslah membersihkan diri untuk menyelami
samudera pengetahuan. Tidak berlaku sombong terhadap siapapun atas ilmunya, dan
senantiasa tawadhu’ kepada guru.
Peserta didik harus selalu menanamka etika sebagai
seorang tholibun. Salah satu etika yang harus diperhatikan adalah dengan tidak
bersikap suudzon kepada gurunya.
Daftar
Pustaka.
Abu
Hamid Al-Ghozali, Ihya ‘Ulumuddin Juz
I-III, Isal Babiyul Hilbi wa Syirkah, Kairo, 1957.
Zainuddin,
Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghozali, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Ramayulis, Filsafat
Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2009.
0 komentar:
Posting Komentar