Sabtu, 17 September 2016

Hijau dan Biru Tetaplah Warna

Kemarin, Jum’at 16 September, aku berkunjung ke kontrakan kawanku di Jogja. Kita berencana menghadiri cuci gudang Gramedia yang diselenggarakan hingga akhir bulan. Sebenarnya, aku dan kawanku ini sudah datang hari sebelumnya. Namun, kami datang terlalu siang. Imbasnya, kami kehabisan kuota pengunjung dan terpaksa tidak bisa masuk. Bagaimanapun, animo minat baca masyarakat disana sungguh luar biasa. Sehingga kami musti rela berdesak-desakan demi mendapat obral wacana murah.

Kita akhirnya bisa masuk meskipun terbatas waktu untuk menunaikan sholat Jum’at. tepatnya kita masuk pukul 10.30 WIB. Tentu saja kita hanya mendapatkan dispensasi waktu 1 setengah jam untuk mencari buku-buku. Itu adalah waktu yang relatif sedikit menurutku. Kami menyusuri rak demi rak, apakah ada buku yang menarik pandangan. Kita bergerilya hingga pada adzan Jum’at berkumandang. Lantas,kita bergegas menyelasaikan transaksi dan segera ke masjid. Kita adalah partner yang hebat kala itu. Kita berhasil mendapatkan beberapa eksemplar yang kita cari.

Ternyata kita sholat di masjid yang berbeda. Kronologinya adalah saat kawanku ini tiba-tiba menanyaiku, “Kamu mau sholat dimana?” sontak aku bingung apa yang ia maksud. Pertanyaan kedua kini memahamkanku, “mau yang hijau apa biru?”. Secara pragmatis, aku tahu maksudnya. Hijau dan biru yang ia maksud adalah simbol kelompok yang berbeda. Ia adalah pengikut biru, sedangkan aku hijau. Bukankah dia amat baik menawariku dulu untuk menentukan tempat peribadatan? Dia jelas bukanlah kaum oportunis. Dia memberikan keleluasaan padaku. Aku juga tidak mempermasalahkan ini. Bahkan malam sebelumya kita juga berbincang banyak tentang hukum. Kita memiliki beberapa pandangan yang sama. Dan aku pikir inilah yang aku rasakan, kebersamaan. Bagaimanapun, hijau dan biru adalah warna berbeda. Namun, tetaplah mereka itu dikatakn sebuah warna.


16-09-16

0 komentar:

Posting Komentar