Minggu, 16 Juli 2017

Pasar loak pengen eksis

Pasar loakan menawarkan berbagai macam bentuk perjuangan atas eksistensinya di kancah bisnis regional. Siapa yang mau panas-panasan di pasar loak? Siapa mau ngotot-ngototan untuk konsensus harga? Siapa mau diserang bau sedap ketiak, keringat, pun menyan? Orang kita lebih memilih belanja di supermarket. Selain tempatnya yang bersih, supermarket juga menawarkan pameran paha dan gincu perawan penjajak barang. Harga dari keduanya jangan ditanya. Supermarket tentu gembar-gembor sana-sini dengan menggunakan sistem diskon. Diskon sendiri sebenarnya hany perusak sistem prioritas pembelanja. Diskon mejadikan pergeseran prioritas dari yang tidak signifikan, menjadi dilirik. Itulah kenapa, banyak orang mondar-mandir di supermarket cari diskon. Menurut Paijo (60), "supermarket itu sama saja dengan kita. Mereka menganggar harga jauh daru harga asal, kemudian design marketinglah yang mengotak-atik harga jual. Meski diskon 99 %, sebenernya juga harga tetap diatas standar jual mereka. Kita tidak mungkin mengikuti gaya marketing mereka, kita itu kalah tempat. Orang yang datang ke lapak kita harus gontok-gontakkan dulu buar harga barang bisa turun. Bila mau dicoba, pasar kira lebih kreatif dan tidak menipu. Bedanya kita tidak punya perawan buat jadi promotor".

Mengingat timpangnya pasar bisnis kapitalis dan pebisnis kumuh market, kini semua orang akan lebih suka ke supermarket. Tapi, perlu diketahui, pasar loak memiliki daya menarik tersendiri untuk tetap eksis di bidang bisnis regional. Para pebisnis besar cari barang di loakan, dan penganut gengsisme menjadi budak kapitalis. Paradoks memang, tapi beginilah adanya. 

0 komentar:

Posting Komentar